top of page

Dari banyaknya penyebab kegagalan perang salib....

BERAKHIRNYA PERANG

Bagi bangsa eropa, Perang Salib memberi dampak positif....

PENGARUH TERHADAP DUNIA BARAT

Perang Salib adalah peperangan yang berlangsung selama....

KESIMPULAN

Perang Salib Sebagai Metafora

 

Walaupun jarang dibahas, salah satu hal yang paling bertahan lama dari hasil Perang Salib adalah perubahan Perang Salib sebagai peristiwa sejarah menjadi Perang Salib sebagai metafora, saat Perang Salib yang sesungguhnya telah selesai dan yang tertinggal hanyalah istilah tersebut. Transformasi dari ide Perang Salib dari kampanye Religio-militer menjadi metafora modern untuk usaha idealistik, tekun, dan memaksa  untuk memajukan kebaikan dan menolak kejahatan terjadi selama beberapa abad dan melambangkan puncak dari gerakan yang dimulai pada akhir abad ke-11. Hingga awal abad ke-12, historiografi telah menyokong ide bahwa Perang Salib adalah ziarah bersenjata atau perang suci, yang juga didukung oleh Bernard dari Clairvaux pada pertengahan abad ke-12 dan oleh Paus Innocent III pada awal abad ke-13. Mudah diterima bagi cita-cita kesopanan Kesatria dan cita-citaKristen, ideologi Perang Salib terbukti lebih tahan lama daripada kritikan mencekam yang muncul dari kekalahan militer, puncaknya pada hilangnya Tanah Suci pada tahun 1291.

Kelanjutan yang tersendat-sendat dari gerakkan itu pada akhir Abad Pertengahan berujung ke gagasan akan Perang Salib baru. Beberapa terperangkap pada realita straegis, yang lainnya ada pada utopia atau aspirasi kenabian, yang menekankan beberapa prasyarat moral atau politik sebagai sesuatu yang penting untuk mengambil kembali Yerusalem. Para intelektual Eropa selanjutnya mulai menciptakan kembali Perang Salib. Pada awal abad ke-14, Pierre Dubois memikirkan seuah rencana agar Raja Prancis dapat mengambil alih kekuasaan kekristenan dari paus dan memimpin sebuah Perang Salib yang mampu memcapai kemenangan. Christopher Columbus membayangkan bahwa akan ada seorang mesias keturunan Spanyol yang akan menguasai Konstantinopel, dilanjutkan dengan menguasai Yerusalem. Karena hal itu terdengar sebagai solusi dari kesengsaraan Eropa, proposal untuk Perang Salib melawan Turki Ustmani terus diajukan dari masa Reformasi hingga masa Louis XIV.

Perhatian yang berlanjut terhadap Perang Salib menandakan bahwa mereka tidak pernah menghilang dari kesadaran publik. Saat masa pencerahan, saat Perang Salib abad pertengahan dipandang sebagai fanatisme yang tak masuk akal, dan pada era Romantisme, saat Perang Salib dipandang sebagai perhiasan untuk keyakinan dan perwujudan dari kekesatriaan, Perang Salib tidak pernah berhenti menarik perhatian para sejarawan, penyair, novelis, komposer, dan penulis ensiklopedia. Jadi, karena itu, kemunculan dari Perang Salib sebagai metafora saat pertengahan akhir abad ke-18 menggunakan setidaknya beberapa informasi dari Perang Salib secara historikal.

Tetapi, kamus Bahasa Inggris sangat lambat untuk memasukkan perubahan  kata itu. Buku Dictionary yang ditulis Samuel Johnson (1755) maupun oleh Noah Webster (1828, diperbarui 1845) sama-sama tidak mencantumkan arti Perang Salib sebagai metafora. Mendahului ahli perkamusan lainnya, Presiden Amerika Serikat sudah menggunakan istilah metafora Perang Salib pada ahun 1786. Menulis untuk George Wythe, seorang ahli hukum, Thomas Jefferson mendesak: “Ajarkan, Tuan, sebuah Perang Salib melawan kebodohan; mendirikan dan memperbaiki hukum untuk mengajarkan khalayak umum.”. Sumber dari penggunaan positif metafora dari Presiden Jefferson itu tetap tidak jelas, tapi banyak orang Amerika sejak itu yang meyakini kata-katanya itu. Walaupun beliau memiliki sejarah tentang Perang Salib buatan Louis Maimbourg (1682) dan Voltaire (1756) di dalam perputakaan pribadinya yang penuh, Jefferson tidak akan terinspirasi dari buku-buku tersebut karena pandangan negatif mereka terhadap Perang Salib. Entah darimana datangnya asal-usul penggunaan istilah itu oleh Jefferson, metafora Perang Salib telah menjadi hal yang tak dapat dipungkiri penggunaannya di Amerika pada tahun 1861. E.G de Fontaine telah menyebarkannya secara ironis kepada musuh-musuhnya, para anggota gerakan penghapusan, yang dia cibir telah “Mengundang seluruh manusia untuk mengikuti Perang Salib yang suci” melawan perbudakan.

​

Judul-judul dari buku berbahasa Inggris pada abad ke-20 menunjukkkan betapa populer penggunaan metafora Perang Salib, dimulai dari  Perang Salib melawan Tuberculosis, alkohol, kejahatan, hukuman mati, dan kemiskinan, juga Perang Salib untuk keadilan, pendidikan, kebebasan total, kemanusiaan, hak wanita, dan lingkungan. Tapi sepertinya penggunaan yang paling populer pada abad ini adalah milik Dwight D. Eisenhower, yang pada tahun 1948 memoirnya tentang Perang Dunia Kedua, Crusade in Europe, mencantumkan istilah itu untuk perlawanan hebat terhadap Nazi.

​

Metafora dapat menguatkan bahasa dan pikiran; tapi mereka juga dapat beresiko terlalu menyederhanakan  dan menyimpangkan kebenaran historis serta mempertanyakan subjeknya setelah digunakan berkali-kali. Terlebih lagi, metafora spesifik terhadap budaya tertentu dan sering membawa pertimbangan nilai. Saat sejarawan modern mencoba lebih mengerti tentang Perang Salib dengan cara meletakkannya dalam konteks agama abad pertengahan, budaya, dan kemasyarakatan, pengguanaan metafora populer mengambil unsur sejarah dari Perang Salib dan mengubahnya menjadi konflik kontemporer antara kebaikan dan kejahatan yang terjadi terus-menerus melawan AIDS, narkoba, kemiskinan, terorisme, dan lain-lain.

​

Perang Salib Amerika adalah metafora, dan hampir selalu, sejak penggunaan oleh Jefferson hingga sekarang, telah membawa arti yang baik. Tapi, bagi bangsa Arab dan umat Muslim, Perang Salib bisa memiliki hubungan yang sangat buruk dengan Kristen Abad Pertengahan dan imperialisme serta kolonialisme Kristen modern. Dengan kata lain, kekuatan, kepentingan, dan arti dari Perang Salib sebagai metafora serta kegunaannya sebagai metafora sangat tergantung, dari kebudayaan dan sudut pandang seseorang.

Artikel Lainnya

Selamat Membaca

Proudly created with Wix.com

bottom of page